Laytime – Demurrage- Despatch

Apa itu Waktu Laytime?

Lamanya waktu kapal diharapkan berada di pelabuhan, terutama untuk memuat dan menurunkan muatan, telah disepakati, dan ini dikenal sebagai Laytime .

Apa itu Demurrage?

Apabila keterlambatan kapal disebabkan oleh pihak yang menyewa atau sebab-sebab lain yang wajar dapat dikatakan menjadi tanggung jawab pihak yang menyewa, maka pemilik kapal berhak menuntut ganti rugi berupa Demurrage .

Demurrage harus dibayar oleh penyewa, yang melanggar ketentuan carterparty dan oleh karena itu berkewajiban untuk memberikan kompensasi kepada pemilik kapal.

Demurrage adalah pembayaran ganti rugi yang dilikuidasi (diatur sebelumnya) untuk menjaga kapal di pelabuhan untuk tujuan bongkar muat untuk jangka waktu lebih lama dari waktu yang disepakati.

Tarif demurrage didasarkan pada Biaya Operasional Harian kapal atau Setara Time Charter .

Apa itu Despatch?

Jika operasi pemuatan atau pembongkaran selesai lebih awal dari yang diharapkan, pemilik kapal membayar Pengiriman kepada penyewa dengan tarif harian yang biasanya setengah dari tarif harian yang setara untuk demurrage tetapi ini hanya berlaku dalam pencarteran kargo kering. Tidak ada Pengiriman dalam penyewaan kapal tanker.

Apa Tujuan Komersial Laytime?

Laytime adalah jumlah waktu yang disepakati oleh pemilik dan penyewa untuk memuat dan membongkar muatan yang dibawa ke atas kapal. Saat menegosiasikan charterparty, pemilik akan menghitung berapa banyak angkutan yang mereka perlukan sebagai kompensasi untuk melakukan pelayaran. Faktor kuncinya adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pelayaran, yaitu perjalanan pendekatan, pemuatan, perjalanan pengangkutan, dan pembongkaran.

Biasanya pemilik kapal tidak mempunyai kendali atas bongkar muat, oleh karena itu penyewa akan menerima kewajiban untuk memuat dan membongkar muatan dalam waktu tertentu yang disebut waktu laytime.

Oleh karena itu, tujuan komersial dari lay time adalah untuk memberikan kompensasi kepada pemilik kapal atas waktu yang dihabiskan oleh penyewa untuk memuat dan membongkar muatan yang tidak dapat dikendalikan oleh pemiliknya. Jika, misalnya, pemilik kapal menghitung pengangkutannya berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat akan memakan waktu empat hari, namun penyewa sebenarnya menghabiskan waktu sebelas hari, maka pemilik kapal tidak akan memperoleh keuntungan, dan mungkin akan mengalami kerugian, dari penggunaan kapal untuk pelayaran itu.

Pemilik kapal selalu tetap menjadi pengangkut dan ketika nakhoda menandatangani bill of lading, bill of lading tersebut ditandatangani atas nama pemilik kapal. Artinya apabila terjadi tuntutan kekurangan atau ketidaksesuaian lain pada muatan, maka pemilik kapallah yang bertanggung jawab dan bukan penyewa. Pengecualian untuk hal ini adalah ketika bill of lading menyatakan bahwa kargo tertentu diangkut, misalnya, di dek atas risiko penyewa .

Apa itu Laytime dalam Penyewaan Kapal?

Laytime merupakan konsep dasar dalam penyewaan kapal, khususnya dalam perdagangan maritim. Ini mengacu pada jangka waktu yang disepakati antara penyewa dan pemilik kapal, di mana penyewa diperbolehkan untuk memuat dan/atau membongkar muatan tanpa harus membayar biaya tambahan. Jangka waktu ini biasanya ditentukan dalam perjanjian charter party, yaitu kontrak antara penyewa dan pemilik kapal.

Laytime dimulai pada saat kapal siap memuat atau membongkar muatan dan telah memberikan notice of ready (NOR) kepada pihak yang menyewa. Jika operasi bongkar muat melebihi waktu laytime yang disepakati, maka penyewa harus membayar demurrage, yang merupakan denda atas waktu tambahan yang digunakan. Sebaliknya, jika operasi diselesaikan sebelum waktu laytime habis, penyewa dapat memperoleh pengiriman, bonus untuk penyelesaian yang cepat, jika hal ini diatur dalam carter party.

Syarat dan ketentuan laytime, demurrage, dan pengiriman, termasuk cara penghitungannya dan kapan mulai dan berakhirnya, semuanya dirinci dalam perjanjian charter party. Hal ini merupakan aspek penting dalam penyewaan kapal karena berdampak langsung pada biaya, efisiensi, dan profitabilitas operasi pelayaran.

Lamanya waktu laytime dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis muatan, ukuran kapal, efisiensi peralatan bongkar muat di pelabuhan, dan syarat-syarat perjanjian charter party. Misalnya, kargo curah seperti batu bara atau biji-bijian mungkin memerlukan waktu tunggu yang lebih lama dibandingkan kargo dalam peti kemas karena perbedaan metode penanganan dan peralatan yang diperlukan.

Laytime juga dapat diklasifikasikan sebagai “reversible” atau “non-reversible”. Dalam laytime reversible, waktu untuk memuat dan mengosongkan digabung menjadi satu, artinya jika waktu yang digunakan untuk memuat lebih sedikit, maka waktu tambahan dapat digunakan untuk mengosongkan, dan sebaliknya. Dalam laytime non-reversible, waktu pemuatan dan pengosongan terpisah, dan waktu yang dihemat pada satu pengoperasian tidak dapat digunakan untuk pengoperasian lainnya.

Istilah penting lainnya yang terkait dengan waktu awam adalah “laydays” atau “laycan”. Ini adalah jangka waktu di mana penyewa mengharapkan kapalnya tiba di pelabuhan pemuatan dan menyampaikan pemberitahuan kesiapan. Jika kapal tiba sebelum atau setelah hari layday, penyewa mempunyai pilihan untuk menolak kapal tersebut.

Perhitungan waktu laytime bisa jadi rumit, melibatkan faktor-faktor seperti hari kerja cuaca (hari ketika cuaca tidak menghalangi pengoperasian kargo), hari Minggu dan hari libur, dan periode pengecualian seperti pemogokan atau kejadian tak terduga. Memahami faktor-faktor ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap keseluruhan biaya dan efisiensi operasi pelayaran sangat penting bagi pemilik kapal dan penyewa.

Dalam lingkungan logistik pelayaran yang kompleks, waktu laytime memainkan peran penting dalam mengelola biaya dan efisiensi operasional pelabuhan. Namun, perselisihan mengenai waktu kerja dapat terjadi, biasanya berkisar pada kapan waktu kerja dimulai atau berakhir, atau bagaimana hal tersebut harus dihitung. Perselisihan dapat timbul mengenai apakah suatu kapal benar-benar siap untuk memuat atau membongkar muatan ketika kapal tersebut mengeluarkan pemberitahuan kesiapan, apakah muatan tersebut tersedia untuk dimuat atau dibongkar dalam jangka waktu laytime, atau apakah penundaan tertentu harus diperhitungkan dalam waktu laytime atau dianggap sebagai pengecualian.

Pertentangan yang sering terjadi adalah mengenai apa yang dimaksud dengan “hari kerja”. Ini bisa berupa hari kerja biasa, hari kerja cuaca, atau hari ketika pekerjaan tidak biasanya dilakukan seperti akhir pekan atau hari libur nasional. Definisi spesifik dari istilah-istilah ini dalam konteks laytime dapat dirinci dalam perjanjian charter party, namun dapat juga bergantung pada adat istiadat setempat di pelabuhan pemuatan atau pembongkaran.

Terkadang, kejadian alam seperti air pasang atau cuaca buruk pun dapat menimbulkan perselisihan. Hal ini umumnya diperlakukan sebagai pengecualian dan tidak diperhitungkan dalam waktu laytime kecuali ditentukan lain dalam perjanjian piagam.

Untuk menghindari atau menyelesaikan perselisihan ini, sangat penting untuk memiliki pemahaman menyeluruh tentang perjanjian sewa kapal dan menjaga komunikasi yang baik antara pemilik kapal dan penyewa. Selain itu, memiliki catatan yang jelas dan komprehensif mengenai seluruh operasi yang dilakukan di kapal, termasuk waktu dan penundaan atau gangguan apa pun, dapat sangat membantu dalam menangani potensi perselisihan.

Meskipun waktu laytime adalah konsep mendasar dalam penyewaan kapal, ini juga merupakan konsep kompleks yang memiliki banyak faktor dan potensi komplikasi. Pemahaman dan pengelolaan laytime yang tepat sangat penting untuk keberhasilan dan keuntungan pengoperasian kapal sewaan.

Apa yang dimaksud dengan Reversible Laytime dalam Pencarteran Kapal?

Reversible laytime dalam konteks pencarteran kapal merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan jangka waktu yang disepakati antara pihak penyewa dan pemilik kapal untuk operasi bongkar muat.

Laytime adalah jumlah waktu yang diberikan kepada pemilik kapal untuk menyediakan kapalnya untuk memuat atau membongkar muatan di pelabuhan yang disepakati. Ini adalah jangka waktu yang disepakati dan ditentukan dalam carter party (kontrak antara pemilik kapal dan penyewa).

Dalam skenario laytime normal atau “non-reversible”, laytime terpisah ditetapkan untuk operasi pemuatan dan pengosongan. Ini berarti penyewa mempunyai jangka waktu tertentu untuk memuat muatannya, dan kemudian mempunyai jangka waktu tertentu untuk menurunkannya di tempat tujuan.

Namun, dalam skenario laytime “reversible”, waktu laytime untuk bongkar muat tidak terpisah. Sebaliknya, jumlah waktu total diberikan untuk kedua operasi, dan waktu ini dapat digunakan secara bergantian antara pemuatan dan pengosongan. Artinya jika penyewa menyelesaikan pemuatan lebih cepat dari waktu yang dialokasikan, waktu yang dihemat dapat digunakan selama operasi pembongkaran, dan sebaliknya.

Manfaat waktu laytime yang dapat dibalik bagi penyewa adalah memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam cara penggunaan total waktu laytime. Namun, hal ini mungkin tidak selalu bermanfaat bagi pemilik kapal jika pengoperasian di satu pelabuhan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan, sehingga menunda keberangkatan kapal untuk persewaan berikutnya.

Contoh Laytime yang Dapat Dibalik

“Waktu Laytime” mengacu pada waktu yang diperbolehkan untuk memuat dan membongkar kapal berdasarkan ketentuan carterparty. Hal ini dapat dihitung dengan beberapa cara, termasuk “waktu tunggu yang dapat dibalik”.

Laytime reversible adalah konsep dimana laytime untuk bongkar muat tidak disimpan secara terpisah, melainkan dikumpulkan menjadi satu. Artinya apabila waktu yang digunakan untuk memuat lebih sedikit dari waktu lay time yang telah disepakati, maka sisa waktu tersebut dapat digunakan untuk pembongkaran, begitu pula sebaliknya.

Berikut ini contoh untuk mengilustrasikan konsep tersebut:

Misalkan sebuah kapal disewa untuk memuat barang di Pelabuhan A dan membongkar di Pelabuhan B. Perjanjian charterparty menetapkan waktu tunggu bongkar muat adalah 48 jam dan waktu tunggu bongkar 72 jam. Namun, hal ini juga memungkinkan waktu laytime yang dapat dibalik.

Dalam skenario ini, total waktu tunggu untuk bongkar muat adalah 120 jam (48 jam untuk bongkar + 72 jam untuk bongkar).

  1. Pemuatan di Pelabuhan A: Jika operasi pemuatan di Pelabuhan A diselesaikan dalam waktu 36 jam, yaitu 12 jam kurang dari 48 jam yang ditentukan, maka sisa 12 jam tersebut tidak hilang. Sebaliknya, mereka ditambahkan ke waktu laytime untuk bongkar muat di Pelabuhan B.
  2. Bongkar di Pelabuhan B: Kini waktu laytime bongkar di Pelabuhan B tidak hanya 72 jam, tapi 84 jam (72 jam + 12 jam dihemat dari Pelabuhan A).

Pengaturan ini dapat bermanfaat bagi penyewa, yang dapat memanfaatkan waktu yang dihemat di pelabuhan kedua. Namun, jika total waktu laytime yang dapat dibalik terlampaui, demurrage (penalti karena melebihi waktu laytime) akan berlaku.

Apa itu Laytime Non-Reversible dalam Pencarteran Kapal?

Non-Reversible Laytime adalah istilah yang digunakan dalam pencarteran kapal, khususnya dalam konteks voyage charter, dan ini menyangkut jangka waktu yang disepakati antara penyewa dan pemilik kapal untuk bongkar muat muatan.

Bila waktu lay time ditetapkan non-reversible, berarti waktu yang diperkenankan untuk operasi bongkar muat bersifat terpisah dan tidak dapat digabungkan. Apabila penyewa menyelesaikan pemuatan dalam waktu kurang dari waktu lay time pemuatan yang telah disepakati, maka waktu yang belum terpakai tidak dapat ditambahkan pada waktu lay time pembongkaran, begitu pula sebaliknya.

Misalnya, jika waktu lay time yang disepakati adalah 5 hari untuk pemuatan dan 5 hari untuk pembongkaran, dan penyewa menyelesaikan pemuatan dalam 3 hari, maka 2 hari sisanya tidak dapat digunakan untuk pembongkaran. Penyewa hanya mempunyai waktu 5 hari untuk membongkar muatan.

Akibat tidak ditaatinya laytime biasanya adalah pembayaran demurrage oleh penyewa kepada pemilik kapal. Demurrage adalah denda karena melebihi waktu lay time yang telah disepakati.

Di sisi lain, jika waktu laytime ditentukan sebagai reversibel, waktu yang dihemat pada pemuatan dapat digunakan untuk pembongkaran, atau sebaliknya. Rincian masing-masing charter party dapat berbeda-beda, sehingga rincian dan definisi yang tepat harus dijabarkan dalam kontrak charter party.

Contoh Laytime yang Tidak Dapat Dibalik

Mari kita ambil contoh untuk memahami laytime yang tidak dapat dibalikkan.

Non-reversible laytime adalah istilah yang sering digunakan dalam industri pelayaran, khususnya dalam perjanjian charter party. Mengacu pada konsep bahwa waktu yang digunakan untuk memuat tidak dapat digunakan untuk membongkar, begitu pula sebaliknya. Hal ini berbeda dengan waktu laytime reversibel yang menggabungkan waktu yang digunakan untuk kedua operasi.

Perhatikan contoh berikut:

  1. Perjanjian Piagam: Berdasarkan perjanjian ini, sebuah kapal disewa untuk pelayaran tertentu dari pelabuhan A ke pelabuhan B.
  2. Laytime: Laytime yang disepakati dalam charter party adalah 5 hari untuk pemuatan di pelabuhan A dan 5 hari untuk pembongkaran di pelabuhan B.
  3. Skenario 1 (Waktu Laytime yang Tidak Dapat Dibalik):
    • Pemuatan: Kapal mulai memuat di pelabuhan A, dan dibutuhkan waktu 4 hari untuk menyelesaikan operasi pemuatan.
    • Bongkar muat: Kapal tiba di pelabuhan B dan memulai operasi pembongkaran, yang memerlukan waktu 6 hari untuk menyelesaikannya.

Dalam skenario ini, meskipun operasi pemuatan selesai 1 hari lebih cepat dari jadwal, hari yang 'disimpan' ini tidak dapat digunakan untuk mengimbangi hari tambahan yang diperlukan untuk pembongkaran di pelabuhan B. Hal ini karena waktu tunggu tidak dapat dibatalkan. Jadi, penyewa harus membayar demurrage untuk hari ekstra yang digunakan untuk pembongkaran.

  1. Skenario 2 (Waktu Laytime yang Dapat Dibalik): Sebaliknya, jika waktu laytime dapat dibalik, 1 hari yang 'disimpan' dari pemuatan dapat digunakan untuk mengimbangi hari tambahan yang diambil untuk pembongkaran. Oleh karena itu, tidak ada demurrage yang harus dibayarkan dalam kasus ini.

Kami berharap contoh ini membantu dalam memahami konsep waktu awam yang tidak dapat dibalikkan.

Apa itu Demurrage dalam Penyewaan Kapal?

Demurrage dalam pencarteran kapal mengacu pada imbalan yang dibayarkan oleh penyewa (pihak yang menyewa kapal) kepada pemilik kapal karena keterlambatan kapal melebihi waktu bongkar muat yang telah disepakati. Waktu yang disepakati dikenal sebagai “laytime”.

Ketika sebuah kapal disewa, kontrak dibuat yang menentukan jumlah waktu yang diperbolehkan bagi kapal untuk memuat dan membongkar muatan. Jangka waktu ini, yang disebut waktu laytime, biasanya dinyatakan dalam hari atau jam. Jika penyewa melebihi waktu lay time, maka wajib membayar demurrage kepada pemilik kapal.

Demurrage pada hakikatnya merupakan hukuman atas penahanan kapal melebihi jangka waktu yang telah disepakati. Ini memberikan kompensasi kepada pemilik kapal atas hilangnya potensi pendapatan karena kapal tidak dapat digunakan untuk kontrak atau pelayaran lain selama periode penundaan.

Tarif demurrage sering kali dinegosiasikan selama perjanjian charter party dan biasanya dinyatakan sebagai tarif harian. Perhitungan sebenarnya bisa jadi rumit, seringkali mempertimbangkan berbagai faktor seperti sifat muatan, jenis kapal, dan kondisi pasar.

Perlu dicatat bahwa konsep demurrage tidak hanya terjadi pada pelayaran dan juga dapat ditemukan di industri transportasi lain, seperti kereta api dan truk, yang merujuk pada hukuman serupa atas keterlambatan.

Penting untuk memahami kondisi di mana demurrage berlaku. Demurrage biasanya dimulai ketika penyebab keterlambatan disebabkan oleh penyewa, atau penerima kargo, seperti keterlambatan dalam menyediakan kargo untuk dimuat atau mengeluarkan kargo dari kapal pada saat tiba di tujuan.

Syarat dan ketentuan yang tepat untuk waktu laytime dan demurrage diatur dalam perjanjian sewa kapal, sebuah dokumen yang mengikat secara hukum yang menguraikan syarat-syarat sewa kapal. Hal ini mencakup jumlah waktu laytime yang diperbolehkan, tingkat demurrage jika waktu laytime terlampaui, dan syarat dan ketentuan yang mendasari pembayaran demurrage.

Ada kalanya pemilik kapal tidak dapat mengklaim demurrage, meskipun operasi bongkar muat melebihi waktu laytime. Hal ini biasanya terjadi bila penundaan disebabkan oleh kejadian di luar kendali penyewa, seperti kondisi cuaca buruk, mogok kerja, atau kegagalan peralatan di kapal. Pengecualian ini biasanya ditentukan dalam perjanjian piagam.

Perlu juga disebutkan bahwa ada analogi dengan demurrage yang dikenal sebagai pengiriman. Pengiriman adalah imbalan yang dibayarkan oleh pemilik kapal kepada penyewa jika operasi bongkar muat selesai dalam waktu yang lebih singkat dari waktu laytime. Namun, pengiriman tidak lazim diterapkan seperti demurrage di banyak perjanjian charter party.

Singkatnya, demurrage dalam penyewaan kapal merupakan konsep yang penting karena berdampak pada biaya dan efisiensi transportasi laut. Hal ini menciptakan insentif finansial bagi penyewa untuk memuat dan membongkar kapal dalam waktu yang disepakati, sehingga mendorong efisiensi penggunaan kapal dan meminimalkan waktu henti.

Apa itu Despatch dalam Penyewaan Kapal?

Dalam konteks pencarteran kapal, “despatch” adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada uang yang dibayarkan oleh pemilik kapal kepada penyewa jika bongkar muat kapal selesai dalam waktu kurang dari yang ditentukan dalam perjanjian sewa kapal.

Intinya, ini adalah semacam bonus atau imbalan untuk penyelesaian yang efisien. Tarif pengiriman biasanya sama dengan tarif demurrage, meski bisa berbeda tergantung syarat-syarat yang disepakati dalam perjanjian charter party.

Untuk memberikan konteks lebih lanjut, padanan pengiriman adalah “demurrage”, yang merupakan biaya yang dibayarkan penyewa kepada pemilik kapal jika kapal ditahan melebihi “waktu laytime” yang disepakati untuk bongkar muat. Ini pada dasarnya adalah penalti karena menunda kapal.

Dalam kedua kasus tersebut, tujuannya adalah untuk mendorong efisiensi dan meminimalkan penundaan dalam proses bongkar muat, karena waktu merupakan faktor penting dalam operasi pelayaran. (Red).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *